Impian lama yang terwujud, pergi ke makassar!
Makassar merupakan salah satu destinasi impianku, dari waktu namanya masih akrab
dipanggil ujung pandang, sampai di tahun 1999 resmi berubah nama menjadi Makassar. Semakin menggebu-gebu saat
kuliah mempunyai banyak teman yg berasal dari sana. Pernah suatu saat punya kesempatan, berkunjung ke rumah bude, tapi karena dulu masih duduk di bangku sekolah, masih takut-takut mau
bolos atau izin liburan, akhirnya aku mengurungkan niat.
Tiba-tiba di umur yg sudah menjelang 30, kesempatan untuk
mengunjungi kota itu muncul. Terima kasih kepada kepala seksiku Pak Endang Unandar,
dan KK kasubditku Kak Ani Natalia yg cantik nan baik hati mendisposisikan
undangan workshop kepadaku. Workshop kehumasan yang berjudul Strategi Media
Engagement diadakan di Makassar tepatnya di Swisbell Hotel dekat Pantai Losari.
Pas banget..workshopnya seru dengan pembicara kasubdit sendiri, ditambah
pembicara dari danone (favorit!) ilmu dapet, impian tercapai!lucky me!
Dari Jakarta aku berangkat bersama kasubdit dan teman
se-seksi, via. Kami berangkat dengan maskapai batik dari soetta menuju bandara Sultan Hasanuddin pukul 07.30 WIB. Waktu itu harga tiket sedang melonjak
gila-gilaan, yang sempat kami kira harga tiket Makassar apakah emang semahal
itu, 2juta lebih untuk maskapai batik, untuk PP kami ga bisa mendapatkan harga yg
pas untuk garuda dengan SBU (maklum asn). SBU berada di angka 3.8 juta PP Jakarta-Makassar. Ternyata
setelah tanya-tanya teman yg disana, seharusnya harganya ga sampai semahal
itu, biasanya paling mahal 1juta itu pun kalo mendekati hari lebaran. Apakah ini akibat libur
sekolah yang berakhir pekan ini?ntahlah..
Sop Lidah Lamuru
Perjalanan memakan waktu kurang lebih 2.5 jam, terdapat
perbedaan waktu satu jam lebih cepat di Makassar. Sesampainya di sana kami suwun
dulu ke kepala kanwil DJP Sulselbatra, yang langsung disambut hangat oleh para
pegawai di sana (maksudnya yang disambut hangat disini kak Ani ya, bukan
kroco-kroco ini :p, jangan geer!). Karena waktu sudah menunjukkan jam makan
siang, kami diajak kuliner Makassar. Makan siang di sop lidah lamuru, baru
menginjakkan kaki di Makassar udah disediain beginiankan, jadi enak, tapi ini
baru permulaan loh guys, makin lama di Makassar akan makin sering disuguhi menu
daging, hati-hati yang punya kolestrol ya, jangan lupa dibawa obatnya. Kalo
kata bosku target naik 2kg dalam 3 hari! Padahal Makassar itu berada di pinggir pantai
namun orang lebih sering makan daging dibanding ikan, dan disini mayoritas
jarang sekali memakan sayur. Temenku yang sering merantau dari pulau ke
pulau (bahkan pulau di ujung utara Indonesia, Tahuna, yg bersebelahan dengan kepulauan
Filipina) komentar ikan di Makassar ini masih kurang seger, yah kira-kira udh 3x mati
lah ikannya, jangan tanya kalo ikan di Jakarta udah berapa kali mati ya,
mungkin udah 10x or more.
Setelah makan kami kembali ke hotel, menunggu acara dimulai, hari pertama workshop diisi dengan diskusi panel, masing-masing
narasumber diberikan kesempatan 5-10 menit untuk berbicara yang dilanjutkan
dengan sesi tanya jawab. Yang paling aku ingat disitu, dijelaskan bahwa sudah
tidak jamannya lagi ngasih-ngasih duit ke media agar dapat menjalin hubungan baik.
Walaupun masih ingin menjalin simbiosis mutualisme, tapi perlakukanlah media
sebagai teman baik. Ajaklah ngopi bareng. Wartawan juga butuh diapresiasi,
berikanlah penghargaan kepadanya jika memang dia ahli dibidangnya, kemudian
undanglah sebagai narasumber pada workshop jurnalis internal. Workshop hari
pertama berlangsung setengah hari, dari jam2 hingga jam 5, yang dilanjutkan
acara makan malam di Ballairate, kemudian city tour.
Ballairate
Dari swissbel hotel menuju ballairate ini sebenernya ga
begitu jauh keluar hotel tinggal jalan ke arah kanan sekitar 100 meter. Kami
masuk melewati hotel pantai gapura, hotelnya gelap dan sepi, kami sampai
mengira kalo kami menyasar, dari pintu masuk masih agak jauh menuju meja
resepsionis, tempatnya pun kosong tanpa penjagaan. Masuk ke dalam hingga
terlihat laut barulah bisa bertemu dengan resepsionis, jalannya mulai
terang terbuka, ternyata bentuk hotel ini bungalow. Kami salah kira, kami kira
akan berkumpul di restoran, ada sebuah restoran yang bentuknya unik
mengingatkan pada restoran di Palembang yang bertemakan kapal laut, tapi
restoran tersebut kosong. Ternyata acara diadakan di kafe ballairate, kafe yang
berada di ujung persis menghadap laut, kami datang bertepatan dengan matahari
tenggelam, tak salah memilih tempat memang. Dari tempat ini kalian bisa melihat
matahari bulat sempurna yang perlahan tenggelam hilang tertutup laut. Tempat
yang cocok untuk yang mau hunting sunset di pantai losari.
Kafe Dapoer Sulawesi
Puas menikmati sunset dan menghabiskan makan malam, kami beranjak ke kafe dapoer Sulawesi, letaknya persis berada di seberang hotel. Aku
memilih menu avocoffee, walaupun sudah dicampur alpukat kopinya masih terasa
pekat, alpukatnya pun ga main-main, kental! Enak, dan mengenyangkan, cocok buat
yang mau menambah berat badan (not suitable for me, yg pengen kurus!).
Coto Makassar Nusantara
Memasuki hari kedua di Makassar, kami mencoba sarapan di
luar hotel, tepatnya coto Makassar Nusantara, orang sini terbiasa memakan coto
di pagi hari. Wihh… pagi-pagi udah kolestrol aja, tapi mari kita nikmati,
mumpung di Makassar. Coto Makassar berbeda dengan soto karna ini pake ‘c’ :p.
Masih dengan daging, kali ini kuahnya berwarna kuning, dengan rasa
rempah-rempah yang kuat, ada rasa kacang, kunyit, jinten, pala, cengkeh,
lengkuas, jahe, bercampur menjadi kenikmatan yang hakiki, disantap bersama
ketupat. Walaupun disediakan di mangkuk yang kecil tapi jangan salah, orang
disini royal dengan daging, potongan dagingnya besar-besar, mangkoknya pun biar
kecil tetapi dalam, sehingga jika menjadikan ini sebagai sarapan sungguh amatlah
berdosa (kenyang maksudnya).
Setelah kenyang dengan coto kami melanjutkan workshop dari
majalah PR Indonesia, acara pertama diisi oleh pembicara dari manager
communication Danone, Pak Arif. Beliau banyak menjelaskan strategi media
engagement, acara-acara yang diselenggarakan oleh danone pun dijabarkan, ada
lomba fotografi, workhop penulisan untuk young journalist, sapu jagat acara
bersih-bersih gunung, campaign bijak berplastik dan masih banyak lagi ide
brilliant yang diceritakan. Sesi berikutnya Tanya jawab, yang saya ingat disini
ada peserta yang bertanya bagaimana aqua menanggapi isu micro plastic, kemudian
Pak Arif menjawab bahwa sampai saat ini aqua sudah berusaha mencari wadah
kemasan yang lebih baik dari plastik, tapi hingga saat ini pun plastik masih
dianggap yang paling baik karena kemasannya tidak berreaksi terhadap kondisi
eksternal maupun yang isi pada kemasannya. Pak arif pun mengkaim saking
netralnya plastik hingga tidak berreaksi, plastik banyak digunakan di dunia
medis, seperti penggunaan implant jantung, apabila plastik berreaksi maka tidak
mungkin plastik dimasukkan ke tubuh manusia dalam dunia medis tsb. Dan aqua
menggunakan plastik yang bisa di daur ulang, walaupun sampai saat ini juga aqua
masih mencari kemasan yang terbaik tuturnya menutup sesi Tanya jawab. Acara
dilanjutkan dengan pembicara ketua APPRI (Asosiasi Perusahaan Public
RelationsIndonesia), Pak Arif. Beliau memberikan tugas kelompok kepada para
peserta untuk membuat program media
relations, yang akan dipersentasikan keesokkan harinya oleh perwakilan dari setiap
kelompok.
Pulau Reklamasi
Karena malam hari acara bebas, aku dan via memutuskan untuk
pergi ke pantai losari, oiya apakah kalian tau kalo di pantai losari ini ada
pulau reklamasi? Aku sih jujur aja, baru tau pas disini, dan ternyata pulau
reklamasi ini masih menuai kontroversi tetapi tidak seheboh di Jakarta. Mengawali
pembangunannya dengan masjid, mungkin bisa jadi salah satu langkah ‘aman’ yang
diambil pengembang.
Pisang Epe & Saraba
Di sepanjang pantai losari berjejer pedagang pisang epe khas
Makassar, kami pun berhenti di salah satu tempatnya, dan ikut mencicipi pisang
epe serta saraba hangat. Pisang epe merupakan pisang yang dipipihkan dengan
cara dijepit kemudian dibakar, pisang yang digunakan pisang kepok yang mangkal
sehingga rasanya tidak akan benyek, disiram dengan gula jawa dan kelapa, hmm…..
rasa manis dan legitnya cocok menemani pemandangan pantai di saat senja. Jangan
lupa memesan saraba, minuman hangat mirip stmj, minuman ini banyak ditemui di
daerah Sulawesi. Pertama kali aku mencoba saraba di manado, dengan kondisi yang
hampir mirip, minum di pinggir pantai seperti ini, tetapi dengan makanan
pendamping yang berbeda, kalo di manado biasanya ditemani pisang goreng yang
dicocol dengan sambal roa. Sama-sama enak! Aku lupa menghabiskan uang berapa,
sepertinya 15ribu untuk satu porsi pisang epe.
Pallubasa
Dari pantai losari kami berpindah ke kuliner selanjutnya
Pallubasa. Daging lagi, dan lagi atau kalau mau milih jeroan juga bisa, saya
milih lidah. Berbeda dengan coto, palubasa ini kuahnya terasa kental dan gurih,
ada serundeng di dalamnya. Pendampingnya ada telur ayam kampung dan burrasa
(kalo di bogor namanya buras, nasi yang dibungkus dengan daun pisang) atau bisa
juga dengan nasi, seperti yang saya pilih.
Pisang Ijo & Bakso Ati Raja
Karena malam ini merupakan malam terakhir, kami menyempatkan
mencoba pisang ijo dan bakso ati raja. Aku ga melihat ada yang special dengan
baksonya, sperti bakso bening biasa, walaupun sudah memilih porsi besar yang
sebelumnya kami kira bisa untuk dimakan bersama, ternyata seperti bakso pada
umumnya, bahkan di dalamnya pun tidak ada isian ati seperti namanya. Kalo bakso
kuahnya terasa biasa, lain dengan bakso gorengnya, bakso gorengnya besar
dipotong-potong dan rasanya gurih garing, enak. Untuk pisang ijonya sendiri
disediakan di piring cekung besar, pisangnya hilang terbalut tumpukkan es serut
yang disiram dengan kuah berwarna pink. Rasanya manis, walaupun pisangnya cuman
satu tapi sangat mengenyangkan. Setelah 2 malam disini, aku berkesimpulan
jajanan disini cenderung manis.
Konro Bakar Karebosi
Hari ketiga, yang merupakan hari terakhir kami disini,
workshop PR berlangsung setengah hari, dengan ditutup persentasi dari pemenang berjudul
‘beta mo pigi ke maluku’. Setelah berfoto bareng, kami pun pulang. Seperti
perjalanan sebelum-sebelumnya, kalau pergi ke luar kota dan tak sempat
berbelanja oleh-oleh maka aku akan sempatkan pesan go-food, kali ini aku pesan
sop konro dan konro bakar karebosi. Porsinya besar, dan dagingnya sungguh
empuk. Sampai di rumah bisa langsung dimasukkan ke kulkas untuk dimakan
keesokkan harinya. Kalau ada kesempatan ke Makassar lagi, aku masih penasaran
dengan kopi unggul yang masuk film filosofi kopi, juga mie tie tie yang menjadi
favorit bude dulu.
Comments
Post a Comment